Arsitektur
IPv6
IPv6 memiliki beberapa fitur yang
mampu mengantisipasi perkembangan aplikasi masa depan dan mengatasi kekurangan
yang dimiliki pendahulunya, yaitu IPv4. IPv6 dirancang sebagai perbaikan dari
IPv4. adapun format header dari IPv6 sendiri adalah sebagai berikut :
Field-field
pada header IPv6 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
Version
: field 4 bit yang menunjukkan versi Internet Protokol, yaitu 6.
Prior
: field 4 bit yang menunjukkan nilai prioritas. Field ini memungkinkan pengirim
paket mengidentifikasi prioritas yang diinginkan untuk paket yang dikirimkan,
relatif terhadap paket-paket lain dari pengirim yang sama.
Flow
Label : field 24 bit yang digunakan oleh pengirim untuk memberi label pada
paket-paket yang membutuhkan penanganan khusus dari router IPv6, seperti
quality of service yang bukan default, misalnya service-service yang bersifat
real-time.
Payload
Length : field berisi 16 bit yang menunjukkan panjang payload, yaitu sisa paket
yang mengikuti header IPng, dalam oktet.
Next
Header : field 8 bit yang berfungsi mengidentifikasi header berikut yang
mengikuti header IPv6 utama.
Hop
Limit : field berisi 8 bit unsigned integer. Menunjukkan jumlah link maksimum
yang akan dilewati paket sebelum dibuang. Paket akan dibuang bila Hop Limit
berharga nol.
Source
Address : field 128 bit, menunjukkan alamat pengirim paket.
Destination
Address : field 128 bit, menunjukkan alamat penerima paket.
Keunggulan IPv6
Setelah
melihat fakta-fakta bahwa IPv4 sudah tidak mampu lagi mengakomodasi kebutuhan
pengguna dalam berkomunikasi dan mengakses informasi, maka perlu adanya solusi
yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Solusi tersebut adalah dengan
menerapkan penggunaan IPv6 dalam sistem komunikasi global. IPv6 merupakan
penyempurnaan dari IPv4.
Pada tahun 1992 IETF
selaku komunitas terbuka internet membuka diskusi para pakar untuk mengatasi
masalah ini dengan mencari format alamat IP generasi berikutnya setelah
IPv4 (IPng, IP Next Generation)yang kemudian menghasilkan banyak
RFC (request for comments) yakni dokumen stardar yang membahas
protokol, program, prosedur serta konsep internet IPv6. Setelah melalui
pembahasan yang panjang, pada tahun 1995 ditetapkan melalui RFC2460 alamat IP
versi 6 sebagai IP generasi berikutnya (IPng) pengganti IP versi 4. IPv6 ini
menggunakan format 128 bit binary.
Dibandingkan
pendahulunya (IPv4), IPv6 memiliki keunggulan, antara lain:
1. Memiliki jumlah address sebanyak
2128 atau sekitar 3,4 x 1038 atau 340 triliun triliun triliun
(undecilion).
2. Memiliki banyak penyempurnaan
protokol dibanding IP versi 4.
3. Memiliki fitur keamanan bawaan.
4. Memiliki kemampuan multicasting.
5. Stateless Address
Autoconfiguration.
6. Header yang lebih sederhana.
7. Mobilitas tinggi.
8. Kemampuan QoS lebih
baik.
Status dan Tantangan
dalam Implementasi IPv6 di Indonesia
Pada
awal ditemukannya, IPv6 sudah diproyeksikan untuk menggantikan IPv4 yang memang
diprediksi bahwa suatu saat akan habis. Para ahli menyadari bahwa migrasi ini
tidak mudah, karena itu dibuat beberapa cara agar proses migrasi ini dapat
dilaksanakan tanpa harus merusak sistem yang sudah ada sebelumnya. Namun dari
perbandingan dua grafik di bawah ini, ternyata pertumbuhan IPv6 tidak seperti
yang diharapkan. Pengguna lebih memilih IPv4 daripada IPv6 dalam
aplikasi-aplikasi mereka bahkan sampai saat IPv4 hampir memasuki batas
akhirnya. Sosialisasi IPv6 pun dirasa masih kurang, sehingga publik masih belum
familiar dengan penggunaan IPv6 ini.
Grafik 1. Pertumbuhan IPv6 yang
diharapkan
Grafik 2. Pertumbuhan IPv6 saat
ini
Berdasarkan jumlah alokasi IPv6,
Indonesia berada pada peringkat ke-17 dunia, dan berada pada peringkat ke-4
untuk kawasan Asia-Pasifik, di bawah Australia, China, dan Jepang.
Permintaannya mulai meningkat cukup tajam pada awal tahun 2010.
Tabel 1. Distribusi IPv6 di Dunia
Grafik 3. Alokasi IPv6 di Indonesia
Meskipun berdasarkan
grafik di atas, pertumbuhan IPv6 di Indonesia cukup signifikan, namun hal
tersebut baru berlaku di level provider dan operator telekomunikasi saja dan
belum menyentuh sampai ke end user. Untuk end user sendiri
sampai saat ini masih cenderung familiar dengan menggunakan IPv4 meskipun
para operator dan provider sudah mulai melakukan proses
migrasi secara bertahap.
Untuk
lembaga pemerintahan masih sangat sedikit yang mulai menggunakan IPv6 ini.
Umumnya mereka masih menggunakan IPv4 dan sulit untuk melakukan migrasi terkait
dengan kebijakan di masing-masing lembaga tersebut.
Tantangan-tantangan
yang dihadapi ketika akan melakukan migrasi dari IPv4 ke IPv6 antara lain:
1. Demand (permintaan) terhadap IPv6
masih sangat sedikit, baru meliputi Operator Telekomunikasi dan Internet
Provider.
2. Supply pendukung jaringan berbasis
IPv6 masih rendah, serta belum banyaknya aplikasi dan konten yang berbasis
IPv6.
3. Internet sudah terlanjur besar
dengan IPv4. Migrasi IPv4 ke IPv6 sulit sekali karena memerlukan koordinasi
yang baik dari banyak pihak.
4. Bagi perusahaan, 70% dari total
investasi justru tertuju untuk capacity building.
5. Implementasi IPv6 masih
membutuhkan ketersediaan sumber daya, misalnya: dokumentasi, bantuan teknis,
sarana perolehan informasi, dan perangkat pendukung.
Tahapan Implementasi
Untuk
mengimplementasikan IPv6 ke dalam sebuah jaringan komunikasi, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Sumber daya manusia, dengan memberikan
sosialisasi, training, ataupun workshop mengenai
IPv6.
2. Akses, yakni segera mengajukan
kepada provider yang sudah memiliki blok IPv6 sehingga mudah
dalam menerapkannya pula ke dalam jaringan internal organisasi.
3. Perangkat jaringan, perangkat jaringan yang
digunakan harus dipastikan kompatibel dan dapat berjalan di atas platform IPv6.
Mengingat kapasitas dari IPv6 ini lebih besar, harus dipertimbangkan juga
spesifikasi perangkat jaringan tersebut, misal: Storage dan CPU-nya.
4. Perangkat lainnya, perangkat pendukung yang mungkin
digunakan dalam sistem jaringan.
5. End user equipment, end user equipment juga menjadi hal yang patut
dipertimbangkan, apakah kompatibel terhadap pemakaian IPv6 atau tidak. Misal:
NIC support IPv6 atau tidak, OS supportIPv6 atau
tidak, dsb.
6. Regulasi, perlu adanya kebijakan yang
bersifat mengikat dan berskala nasional sehingga seluruh elemen dapat mendukung
proses implementasi IPv6 tersebut.
Berdasarkan pengalaman
dan best practice dari beberapa operator telekomunikasi
terkemuka di Indonesia, ada beberapa tahapan implementasi IPv6 yang
mungkin dapat diterapkan pada sebuah organisasi, yaitu:
1. Sosialisasi terhadap seluruh
elemen organisasi, tertama bagi pengambil keputusan (stakeholder)baik
itu bersifat teknik maupun non teknik (bersifat policy).
2. Membuat kebijakan yang mendukung
terhadap kegiatan implementasi IPv6
3. Pelatihan khususnya
terhadap network engineer mengenai IPv6.
4. Pada awalnya dapat menggunakan
metode translasi terlebih dahulu.
5. Untuk native IPv6,
mulai digunakan pada lingkup yang kecil terlebih dahulu.
6. Diimplementasikan mulai
dari core sampai end user secara bertahap.
7. Melakukan evaluasi setelah setiap
tahapan selesai dilaksanakan.
Di masa depan, dengan
kemampuan dan range IPv6 yang begitu besar, bukan tidak mungkin bahwa tiap
perangkat elektronik dapat diberikan IP address. Misal, kulkas Anda memiliki
IP, maka ketika stok di dalam kulkas sudah hampir habis, berkat kemampuan Artificial
Intelligent (AI), secara otomatis akan mengkalkulasi dan langsung
mengontak groceries Anda serta memesan melalui internet
barang-barang apa saja yang sudah habis stoknya. Contoh lainnya adalah: Anda
dapat membuka pintu rumah Anda (yang sudah memiliki IP address tentunya)
dengan menggunakan perangkat telekomunikasi Anda (misalnyasmart phone)
bukannya dengan kunci lagi.
Ada banyak alasan kenapa penerapan IPv6 sulit diterapkan secara
keseluruhan, Salah satu alasan belum diterapkannya IPv6 secara keseluruhan
adalah kendala ketersediaan NAP. Network Access
Provider [NAP] Secara mendasar, NAP (network access provider) adalah perusahaan
yang secara resmi dapat melayani kebutuhan sekaligus menjual bandwidth ke
ISP. Selain mengantongi ijin resmi dari Departemen Komunikasi dan
Informasi, syarat utama bagi sebuah perusahaan di Indonesia untuk bisa memiliki
ijin NAP adalah memiliki total penggunaan bandwidth lebih dari 45 Mbps.
Sebuah NAP bisa membeli bandwidth
langsung ke berbagai International Bandwidth Provider seperti Tata
Communications,Verizon, Singtel, HGC, Level3, NTT, MCI, British Telecom,
dan masih banyak lagi, melalui media Fiber Optic (FO) atau VSAT (satelit).
0 komentar:
Posting Komentar