Jumat, 29 November 2013

IP versi 6

          Arsitektur IPv6
              IPv6 memiliki beberapa fitur yang mampu mengantisipasi perkembangan aplikasi masa depan dan mengatasi kekurangan yang dimiliki pendahulunya, yaitu IPv4. IPv6 dirancang sebagai perbaikan dari IPv4. adapun format header dari IPv6 sendiri adalah sebagai berikut :

Field-field pada header IPv6 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

Version : field 4 bit yang menunjukkan versi Internet Protokol, yaitu 6.
Prior : field 4 bit yang menunjukkan nilai prioritas. Field ini memungkinkan pengirim paket mengidentifikasi prioritas yang diinginkan untuk paket yang dikirimkan, relatif terhadap paket-paket lain dari pengirim yang sama.
Flow Label : field 24 bit yang digunakan oleh pengirim untuk memberi label pada paket-paket yang membutuhkan penanganan khusus dari router IPv6, seperti quality of service yang bukan default, misalnya service-service yang bersifat real-time.
Payload Length : field berisi 16 bit yang menunjukkan panjang payload, yaitu sisa paket yang mengikuti header IPng, dalam oktet.
Next Header : field 8 bit yang berfungsi mengidentifikasi header berikut yang mengikuti header IPv6 utama.
Hop Limit : field berisi 8 bit unsigned integer. Menunjukkan jumlah link maksimum yang akan dilewati paket sebelum dibuang. Paket akan dibuang bila Hop Limit berharga nol.
Source Address : field 128 bit, menunjukkan alamat pengirim paket.
Destination Address : field 128 bit, menunjukkan alamat penerima paket.

Keunggulan IPv6
            Setelah melihat fakta-fakta bahwa IPv4 sudah tidak mampu lagi mengakomodasi kebutuhan pengguna dalam berkomunikasi dan mengakses informasi, maka perlu adanya solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Solusi tersebut adalah dengan menerapkan penggunaan IPv6 dalam sistem komunikasi global. IPv6 merupakan penyempurnaan dari IPv4.
            Pada tahun 1992 IETF selaku komunitas terbuka internet membuka diskusi para pakar untuk mengatasi masalah ini dengan mencari format alamat IP generasi berikutnya setelah IPv4 (IPng, IP Next Generation)yang kemudian menghasilkan banyak RFC (request for comments) yakni dokumen stardar yang membahas protokol, program, prosedur serta konsep internet IPv6. Setelah melalui pembahasan yang panjang, pada tahun 1995 ditetapkan melalui RFC2460 alamat IP versi 6 sebagai IP generasi berikutnya (IPng) pengganti IP versi 4. IPv6 ini menggunakan format 128 bit binary.
            Dibandingkan pendahulunya (IPv4), IPv6 memiliki keunggulan, antara lain:
1.     Memiliki jumlah address sebanyak 2128 atau sekitar 3,4 x 1038 atau 340 triliun triliun triliun (undecilion).
2.     Memiliki banyak penyempurnaan protokol dibanding IP versi 4.
3.     Memiliki fitur keamanan bawaan.
4.     Memiliki kemampuan multicasting.
5.     Stateless Address Autoconfiguration.
6.     Header yang lebih sederhana.
7.     Mobilitas tinggi.
8.     Kemampuan QoS lebih baik.

          Status dan Tantangan dalam Implementasi IPv6 di Indonesia
            Pada awal ditemukannya, IPv6 sudah diproyeksikan untuk menggantikan IPv4 yang memang diprediksi bahwa suatu saat akan habis. Para ahli menyadari bahwa migrasi ini tidak mudah, karena itu dibuat beberapa cara agar proses migrasi ini dapat dilaksanakan tanpa harus merusak sistem yang sudah ada sebelumnya. Namun dari perbandingan dua grafik di bawah ini, ternyata pertumbuhan IPv6 tidak seperti yang diharapkan. Pengguna lebih memilih IPv4 daripada IPv6 dalam aplikasi-aplikasi mereka bahkan sampai saat IPv4 hampir memasuki batas akhirnya. Sosialisasi IPv6 pun dirasa masih kurang, sehingga publik masih belum familiar dengan penggunaan IPv6 ini.
Grafik 1. Pertumbuhan IPv6 yang diharapkan
Grafik 2. Pertumbuhan IPv6 saat ini
Berdasarkan jumlah alokasi IPv6, Indonesia berada pada peringkat ke-17 dunia, dan berada pada peringkat ke-4 untuk kawasan Asia-Pasifik, di bawah Australia, China, dan Jepang. Permintaannya mulai meningkat cukup tajam pada awal tahun 2010.
Tabel 1. Distribusi IPv6 di Dunia

Grafik 3. Alokasi IPv6 di Indonesia

            Meskipun berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan IPv6 di Indonesia cukup signifikan, namun hal tersebut baru berlaku di level provider dan operator telekomunikasi saja dan belum menyentuh sampai ke end user. Untuk end user sendiri sampai saat ini masih cenderung familiar dengan menggunakan IPv4  meskipun para operator dan provider sudah mulai melakukan proses migrasi secara bertahap.
            Untuk lembaga pemerintahan masih sangat sedikit yang mulai menggunakan IPv6 ini. Umumnya mereka masih menggunakan IPv4 dan sulit untuk melakukan migrasi terkait dengan kebijakan di masing-masing lembaga tersebut.
            Tantangan-tantangan yang dihadapi ketika akan melakukan migrasi dari IPv4 ke IPv6 antara lain:
1. Demand (permintaan) terhadap IPv6 masih sangat sedikit, baru meliputi Operator Telekomunikasi dan Internet Provider.
2.    Supply pendukung jaringan berbasis IPv6 masih rendah, serta belum banyaknya aplikasi dan konten yang berbasis IPv6.
3.  Internet sudah terlanjur besar dengan IPv4. Migrasi IPv4 ke IPv6 sulit sekali karena memerlukan koordinasi yang baik dari banyak pihak.
4.      Bagi perusahaan, 70% dari total investasi justru tertuju untuk capacity building.
5.   Implementasi IPv6 masih membutuhkan ketersediaan sumber daya, misalnya: dokumentasi, bantuan teknis, sarana perolehan informasi, dan perangkat pendukung.
         
          Tahapan Implementasi
            Untuk mengimplementasikan IPv6 ke dalam sebuah jaringan komunikasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Sumber daya manusia, dengan memberikan sosialisasi, training, ataupun workshop mengenai IPv6.
2.     Akses, yakni segera mengajukan kepada provider yang sudah memiliki blok IPv6 sehingga mudah dalam menerapkannya pula ke dalam jaringan internal organisasi.
3.     Perangkat jaringan, perangkat jaringan yang digunakan harus dipastikan kompatibel dan dapat berjalan di atas platform IPv6. Mengingat kapasitas dari IPv6 ini lebih besar, harus dipertimbangkan juga spesifikasi perangkat jaringan tersebut, misal: Storage dan CPU-nya.
4.     Perangkat lainnya, perangkat pendukung yang mungkin digunakan dalam sistem jaringan.
5.     End user equipment, end user equipment juga menjadi hal yang patut dipertimbangkan, apakah kompatibel terhadap pemakaian IPv6 atau tidak. Misal: NIC support IPv6 atau tidak, OS supportIPv6 atau tidak, dsb.
6.     Regulasi, perlu adanya kebijakan yang bersifat mengikat dan berskala nasional sehingga seluruh elemen dapat mendukung proses implementasi IPv6 tersebut.

            Berdasarkan pengalaman dan best practice dari beberapa operator telekomunikasi terkemuka di Indonesia, ada beberapa tahapan implementasi  IPv6 yang mungkin dapat diterapkan pada sebuah organisasi, yaitu:
1. Sosialisasi terhadap seluruh elemen organisasi, tertama bagi pengambil keputusan (stakeholder)baik itu bersifat teknik maupun non teknik (bersifat policy).
2.     Membuat kebijakan yang mendukung terhadap kegiatan implementasi IPv6
3.     Pelatihan khususnya terhadap network engineer mengenai IPv6.
4.     Pada awalnya dapat menggunakan metode translasi terlebih dahulu.
5.     Untuk native IPv6, mulai digunakan pada lingkup yang kecil terlebih dahulu.
6.     Diimplementasikan mulai dari core sampai end user secara bertahap.
7.     Melakukan evaluasi setelah setiap tahapan selesai dilaksanakan.

            Di masa depan, dengan kemampuan dan range IPv6 yang begitu besar, bukan tidak mungkin bahwa tiap perangkat elektronik dapat diberikan IP address. Misal, kulkas Anda memiliki IP, maka ketika stok di dalam kulkas sudah hampir habis, berkat kemampuan Artificial Intelligent (AI), secara otomatis akan mengkalkulasi dan langsung mengontak groceries Anda serta memesan melalui internet barang-barang apa saja yang sudah habis stoknya. Contoh lainnya adalah: Anda dapat membuka pintu rumah Anda (yang sudah memiliki IP address tentunya) dengan menggunakan perangkat telekomunikasi Anda (misalnyasmart phone) bukannya dengan kunci lagi.

                            


         

Ada banyak alasan kenapa penerapan IPv6 sulit diterapkan secara keseluruhan, Salah satu alasan belum diterapkannya IPv6 secara keseluruhan adalah kendala ketersediaan NAP. Network Access Provider [NAP] Secara mendasar, NAP (network access provider) adalah perusahaan yang secara resmi dapat melayani kebutuhan sekaligus menjual bandwidth ke ISP.  Selain mengantongi ijin resmi dari Departemen Komunikasi dan Informasi, syarat utama bagi sebuah perusahaan di Indonesia untuk bisa memiliki ijin NAP adalah memiliki total penggunaan bandwidth lebih dari 45 Mbps.


            Sebuah NAP bisa membeli bandwidth langsung ke berbagai International Bandwidth Provider seperti Tata Communications,Verizon, Singtel, HGC, Level3, NTT, MCI, British Telecom, dan masih banyak lagi, melalui media Fiber Optic (FO) atau VSAT (satelit).





0 komentar:

Posting Komentar

 
;