Rabu, 30 Oktober 2013

Meretas Batas Keterbatasan

Judul Film                   : The Miracle Worker
Tahun Rilis                  : 2000
Sutradara                    : Nadia Tass
Skenario                      : William Gibson dan Monte Merrick
Pemain                        : Hallie Kate Eisenberg, Alison Elliot, David Strathairn
Produksi                      : Walt Disney

Cacat itu tidak ada, yang ada hanyalah orang-orang yang dicacatkan.

Seorang penyandang cacat memang memiliki perbedaan secara fisik dengan orang-orang kebanyakan.  Pada umumnya kita akan mengatakan demikian. Namun, disadari atau tidak, hal yang membuat mereka benar-benar ‘berbeda’ dan ‘lumpuh’ adalah konstruksi pikiran dan sosial di masyarakat.

Hal itu lah yang sedikit banyak dikandung dalam  The Miracle Worker, sebuah tayangan berdurasi 85 menit oleh Nadia Tass. Film yang digubah ulang dari karya berjudul sama di tahun 1962 ini mengisahkan perjuangan seorang guru dalam mengajar muridnya yang multidisability. Naskah yang digunakan  pertama kali diangkat ke teater oleh William Gibson pada tahun 1957. Gibson menulis naskah tersebut berdasarkan autobiografi Helen Keller yang berjudul The Story of My Life.

Film ini dimulai dengan latar kondisi kehidupan masyarakat di perkebunan tembakau. Diawali dengan kejadian ketika seorang anak kecil muncul, kemudian menyerang salah satu pekerja di tempat tersebut. Itu lah Helen kecil yang frustasi karena tidak dapat melakukan komunikasi dan memaknai keadaan sekitarnya.

Helen Keller lahir sebagai bayi yang sehat. Sekitar usia 19 bulan Helen menderita penyakit yang menyebabkan gangguan pada penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara. Indera yang masih dapat berfungsi hanyalah indera peraba serta penciuman. Hal ini berakibat pada terhambatnya proses perkembangan bahasa pada diri Helen. Jangankan baca tulis, mengenali atau memberi label pada segala benda disekelilingnya saja tidak bisa.

Kondisi tersebut menyebabkan Helen berkembang menjadi anak yang kasar, manja, dengan emosi yang tidak terkendali. Beberapa kali anggota keluarganya mencoba memasukkan Helen ke rumah sakit jiwa. Untungnya tidak ada satu pun dari rumah sakit tersebut yang dapat menangani Helen hingga ia akhirnya dikembalikan ke rumah.

Singkat cerita, keluarga Keller pun meminta pertolongan pada seorang dokter atas rekomendasi dari bibi Helen. Namun ternyata dokter tersebut tidak dapat memberikan pertolongan dan memberi rujukan ke dokter lain. Tokoh ini kemudian mengutus Annie Sullivan, salah satu murid terbaik di sebuah sekolah khusus bagi penyandang cacat.

Konflik kecil dimulai di sini. Kedatangan Sullivan sedikit banyak mengusik keluarga yang memperkerjakannya. Sikap dan perlakuan yang diberikan Sullivan terhadap Helen kecil bertentangan dengan hal-hal yang dilakukan oleh anggota keluarga selama ini. Mereka cenderung membiarkan Helen melakukan segala hal yang diinginkannya dengan segala konsekuensi dan kerugian yang mereka dapatkan.

Sullivan menganggap hal tersebut sebagai faktor penghambat dalam proses pengajaran yang dilakukannya terhadap Hellen. Setelah bernegosiasi dengan bapak dan ibu Keller, Sullivan membawa Helen pindah ke sebuah pondok kecil. Mereka merahasiakan lokasi tempat yang masih berada di lingkungan rumah keluarga Keller ini dari Helen. Tujuan ‘pengasingan’ tersebut adalah untuk membuat Helen secara praktis menjadi lekat pada Sullivan, sehingga dapat memudahkan proses pembelajaran.

Setiap hari dalam kurun waktu dua minggu yang diberikan keluarga Keller, Sullivan mengajarkan bahasa isyarat pada Helen melalui rabaan tangan. Sullivan akan menyentuhkan bunga pada tangan Helen, lalu mengajarinya mengeja ‘b-u-n-g-a’. Di lain waktu Sullivan akan menuangkan air ke tangan Hellen, dan memberinya gerakan tangan yang menunjukkan kata ‘air’. Hal ini ia lakukan secara terus menerus pada setiap objek yang disentuh Helen. Hingga akhirnya ia berhasil, dan Helen dapat mengenali makna dari setiap isyarat yang diajarkan padanya

Selain itu, Sullivan juga mengajarkan Helen mengenai tata krama dan bagaimana bersikap terhadap orang lain. Helen yang awalnya selalu bersikap liar terhadap orang yang ditemuinya berubah menjadi lembut dan lebih santun lagi. Sullivan berhasil membantu Helen hingga menjadi seorang pengacara ternama di dunia.

Dalam film ini, Annie Sullivan menunjukkan bahwa kecacatan Helen diperburuk oleh perlakuan yang diberikan oleh keluarganya. Pemikiran dan bahkan keyakinan bahwa Helen adalah anak yang harus dikasihani karena kecacatannya, membuat mereka memberikan segala hal yang diinginkan gadis tersebut. Sullivan mencoba mengubah kebiasaan yang ada dalam keluarga Keller. Sang guru menolak segala bentuk pemakluman dan pembenaran atas kelakuan Helen selama ini.

Pelajaran dari Sullivan tersebut adalah pesan moral utama dalam film ini. Para penyandang cacat seharusnya diperlakukan selayaknya orang-orang normal. Masyarakat harus belajar untuk memberikan mereka kesempatan yang sama dalam segala hal, terutama berkomunikasi. Tindakan-tindakan di dunia nyata seperti menempatkan seorang penyandang cacat di dekat yang lainnya dalam sebuah situasi adalah satu sikap yang salah. Sebagai contoh, kita akan menemukan para tunanetra dituntun untuk duduk berdekatan dalam sebuah acara, terpisah dari orang normal. Hal ini akan membuat mereka tidak bisa berkembang.

Memang, bagaimanapun rasa empati harus tetap dikembangkan. Tetapi harus dibedakan, mana empati dan mana kasihan. Seperti yang disampaikan Sullivan dalam salah satu adegan, rasa kasihan bukanlah hal yang dibutuhkan oleh para penyandang cacat. Mereka harus dibiarkan untuk menghidupi dirinnya sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain.

The Miracle Worker sangat cocok untuk dijadikan tontonan bagi seluruh kalangan. Semangat, kerja keras, harapan akan hal-hal yang orang bilang mustahil adalah hikmah yang coba dihadirkan oleh film ini. Kekurangannya, alur cerita dalam film ini agak datar. Konflik yang ada hanya berputar di sekitar tokoh Helen. Faktor tersebut mungkin akan membuat tayangan ini membosankan bagi sebagian orang. Namun hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi kualitas film.


Tak sedikit film-film berbau motivasi yang menjamur saat ini. Jika dikaitkan dengan kondisi tersebut, film ini akan menjadi salah satu favorit bagi para penggemar film motivasi. Terlebih karena film ini tidak terlalu menampilkan hal-hal yang berkedok klise.

2 komentar:

Sri Febriyeni mengatakan...

wow, amazing

Nurul Abdillah mengatakan...

Yaaah, tentunya
Arigatou Sri ^^

Posting Komentar

 
;