Judul Film : The Miracle Worker
Tahun Rilis : 2000
Sutradara : Nadia Tass
Skenario : William Gibson dan
Monte Merrick
Pemain : Hallie Kate
Eisenberg, Alison Elliot, David Strathairn
Produksi : Walt Disney
Cacat itu tidak ada, yang ada hanyalah orang-orang yang dicacatkan.
Seorang penyandang cacat memang memiliki perbedaan secara
fisik dengan orang-orang kebanyakan.
Pada umumnya kita akan mengatakan demikian. Namun, disadari atau tidak,
hal yang membuat mereka benar-benar ‘berbeda’ dan ‘lumpuh’ adalah konstruksi
pikiran dan sosial di masyarakat.
Hal itu lah yang sedikit banyak dikandung dalam The Miracle Worker, sebuah tayangan berdurasi
85 menit oleh Nadia Tass. Film yang digubah ulang dari karya berjudul sama di
tahun 1962 ini mengisahkan perjuangan seorang guru dalam mengajar muridnya yang
multidisability. Naskah yang digunakan
pertama kali diangkat ke teater oleh William Gibson pada tahun 1957.
Gibson menulis naskah tersebut berdasarkan autobiografi Helen Keller yang
berjudul The Story of My Life.
Film ini dimulai dengan latar kondisi kehidupan
masyarakat di perkebunan tembakau. Diawali dengan kejadian ketika seorang anak
kecil muncul, kemudian menyerang salah satu pekerja di tempat tersebut. Itu lah
Helen kecil yang frustasi karena tidak dapat melakukan komunikasi dan memaknai
keadaan sekitarnya.
Helen Keller lahir sebagai bayi yang sehat. Sekitar usia
19 bulan Helen menderita penyakit yang menyebabkan gangguan pada penglihatan,
pendengaran, dan kemampuan bicara. Indera yang masih dapat berfungsi hanyalah
indera peraba serta penciuman. Hal ini berakibat pada terhambatnya proses
perkembangan bahasa pada diri Helen. Jangankan baca tulis, mengenali atau
memberi label pada segala benda disekelilingnya saja tidak bisa.
Kondisi tersebut menyebabkan Helen berkembang menjadi
anak yang kasar, manja, dengan emosi yang tidak terkendali. Beberapa kali
anggota keluarganya mencoba memasukkan Helen ke rumah sakit jiwa. Untungnya
tidak ada satu pun dari rumah sakit tersebut yang dapat menangani Helen hingga
ia akhirnya dikembalikan ke rumah.
Singkat cerita, keluarga Keller pun meminta pertolongan
pada seorang dokter atas rekomendasi dari bibi Helen. Namun ternyata dokter
tersebut tidak dapat memberikan pertolongan dan memberi rujukan ke dokter lain.
Tokoh ini kemudian mengutus Annie Sullivan, salah satu murid terbaik di sebuah
sekolah khusus bagi penyandang cacat.
Konflik kecil dimulai di sini. Kedatangan Sullivan
sedikit banyak mengusik keluarga yang memperkerjakannya. Sikap dan perlakuan
yang diberikan Sullivan terhadap Helen kecil bertentangan dengan hal-hal yang
dilakukan oleh anggota keluarga selama ini. Mereka cenderung membiarkan Helen
melakukan segala hal yang diinginkannya dengan segala konsekuensi dan kerugian
yang mereka dapatkan.
Sullivan menganggap hal tersebut sebagai faktor
penghambat dalam proses pengajaran yang dilakukannya terhadap Hellen. Setelah
bernegosiasi dengan bapak dan ibu Keller, Sullivan membawa Helen pindah ke
sebuah pondok kecil. Mereka merahasiakan lokasi tempat yang masih berada di
lingkungan rumah keluarga Keller ini dari Helen. Tujuan ‘pengasingan’ tersebut
adalah untuk membuat Helen secara praktis menjadi lekat pada Sullivan, sehingga
dapat memudahkan proses pembelajaran.
Setiap hari dalam kurun waktu dua minggu yang diberikan
keluarga Keller, Sullivan mengajarkan bahasa isyarat pada Helen melalui rabaan
tangan. Sullivan akan menyentuhkan bunga pada tangan Helen, lalu mengajarinya
mengeja ‘b-u-n-g-a’. Di lain waktu Sullivan akan menuangkan air ke tangan Hellen,
dan memberinya gerakan tangan yang menunjukkan kata ‘air’. Hal ini ia lakukan
secara terus menerus pada setiap objek yang disentuh Helen. Hingga akhirnya ia
berhasil, dan Helen dapat mengenali makna dari setiap isyarat yang diajarkan
padanya
Selain itu, Sullivan juga mengajarkan Helen mengenai tata
krama dan bagaimana bersikap terhadap orang lain. Helen yang awalnya selalu
bersikap liar terhadap orang yang ditemuinya berubah menjadi lembut dan lebih
santun lagi. Sullivan berhasil membantu Helen hingga menjadi seorang pengacara
ternama di dunia.
Dalam film ini, Annie Sullivan menunjukkan bahwa
kecacatan Helen diperburuk oleh perlakuan yang diberikan oleh keluarganya.
Pemikiran dan bahkan keyakinan bahwa Helen adalah anak yang harus dikasihani
karena kecacatannya, membuat mereka memberikan segala hal yang diinginkan gadis
tersebut. Sullivan mencoba mengubah kebiasaan yang ada dalam keluarga Keller.
Sang guru menolak segala bentuk pemakluman dan pembenaran atas kelakuan Helen
selama ini.
Pelajaran dari Sullivan tersebut adalah pesan moral utama
dalam film ini. Para penyandang cacat seharusnya diperlakukan selayaknya
orang-orang normal. Masyarakat harus belajar untuk memberikan mereka kesempatan
yang sama dalam segala hal, terutama berkomunikasi. Tindakan-tindakan di dunia
nyata seperti menempatkan seorang penyandang cacat di dekat yang lainnya dalam
sebuah situasi adalah satu sikap yang salah. Sebagai contoh, kita akan
menemukan para tunanetra dituntun untuk duduk berdekatan dalam sebuah acara,
terpisah dari orang normal. Hal ini akan membuat mereka tidak bisa berkembang.
Memang, bagaimanapun rasa empati harus tetap
dikembangkan. Tetapi harus dibedakan, mana empati dan mana kasihan. Seperti
yang disampaikan Sullivan dalam salah satu adegan, rasa kasihan bukanlah hal
yang dibutuhkan oleh para penyandang cacat. Mereka harus dibiarkan untuk
menghidupi dirinnya sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain.
The Miracle Worker sangat cocok untuk dijadikan tontonan
bagi seluruh kalangan. Semangat, kerja keras, harapan akan hal-hal yang orang
bilang mustahil adalah hikmah yang coba dihadirkan oleh film ini.
Kekurangannya, alur cerita dalam film ini agak datar. Konflik yang ada hanya
berputar di sekitar tokoh Helen. Faktor tersebut mungkin akan membuat tayangan
ini membosankan bagi sebagian orang. Namun hal tersebut tidak terlalu
mempengaruhi kualitas film.
Tak sedikit film-film berbau motivasi yang menjamur saat
ini. Jika dikaitkan dengan kondisi tersebut, film ini akan menjadi salah satu
favorit bagi para penggemar film motivasi. Terlebih karena film ini tidak
terlalu menampilkan hal-hal yang berkedok klise.
2 komentar:
wow, amazing
Yaaah, tentunya
Arigatou Sri ^^
Posting Komentar